Jumat, 02 April 2010

DIALEKTIKA SEBAGAI KUTUB DINAMO PERGERAKAN

kapan... kapan lagi kawan....
satu almamater berteriak di sudut jalan itu..
kapan lagi ada orasi di antara kepulan ban terbakar...
kapan lagi teriakan megafon ditanganmu menenggelamkan
Sirini Polisi dan suara klakson para borjuasi....
Rakyat mu menunggu tontonan penjaga modal yang lari terbirit-birit
Mereka ingin menertawai borjuis yang kemejanya basah kuyup oleh keringat atau bedaknya istri mereka luntur bercampur asap dan debu karena ketakutan..
di dadamu masihkah ada satu kata itu.. RE-VO-LU-SI.

lembaga kemahasiswaan selain sebagai ajang aktualisasi diri untuk mengembangkan kapasitas internal maupun eksternya harus di pahami adalah juga sebagai alat perlawanan terhadap apapun yang tidak sesuai dengan tata keadilan yang baik. kesamaan tujuan setiap person di dalamnya memberikan LK (baca: lembaga kemahasiswaan) sebuah posisi bargening. kesatupaduan adalah sebuah modal besar selama itu di arahkan untuk mendukung perubahan sosial ke tatanan yang lebih baik. namun dalam prakteknya realitas LK menunjukkan kelesuan yang begitu sangat akutnya... saling tidak percaya, menjadikan kawan sebagai lawan dan tawar-menawar yang memalukan antara mahasiswa dan birokrat adalah sebagai penyebabnya. apa yang terjadi? benarkah bahwa LK kemudian sampai pada titik jenuhnya. atau kah pregmatisme telah merasuki individu aktual untuk bungkam. untuk itu para pelaku berlembaga setidaknya menarik akar masalah untuk kemudian di potong.
ide bergulir di kalangan kampus yang saling membunuh bisa jadi adalah sebabnya. ruang-ruang dialektis di rubah menjadi kancah politik kecil-kecilan, dialektika akhirnya berhenti pada siapa pemenang. akhirnya tibalah mahasiswa pada titik dimana gerakan terbangun pada wilayah sektoral. setelah itu mati. padahal organ ekstra kampus justru memberlakukan sistem buka tutup kran untuk manampung semua aspirasi dan landas gerak organ lainnya. buktinya terjadilah beberapa aksi kecil sebagai langkah besar organ ekstakampus. entah lah, ini barangkali yang tidak lagi bisa di baca oleh organ gerakan intrakampus, tidak ada lagi ruang dialektis untuk membuktikan ide itu bukan hanya dalam forum diskusi tetapi memulai untuk maju langkah demi langkah demi membangun massiv nya gerakan intra.
penguasaan ide untuk setiap mahasiswa harus di perkuat, doktrinase tanggung jawab sosial harus di perdalam, tak ada lagi tawar menawar untuk menghidupkan kampus sebagai kekuatan kontrol sosial paling massiv di seantero bangsa. catatan: tak ada budaya diskusi, tak akan ada penguasaan, tak ada penguasaan takkan ada tanggung jawab, tak ada tanggung jawab takkan ada gerak, tak ada gerak berarti mati!! (Kandaeng Aiman)